
- April 27, 2025
- nahdlatul_quran
- 0 Comments
- Dawuh Guru, Kegiatan Santri, Mengaji, Santri Kudus, Santri Mengaji, Santri Qur'ani
NIAT SEBAGAI BAHAN REFLEKSI SANTRI
Bulan Syawal merupakan bulan yang penuh kegembiraan karena hari “kemenangan” bagi umat Islam yaitu Hari Raya Idul Fitri. Bulan ini menjadi momen bagi umat Islam untuk melanjutkan semangat ibadah yang telah dibangun selama Ramadhan.
Namun hakikatnya “kemenangan sejati” adalah ketika seorang Muslim mampu mempertahankan semangat Ramadhan dalam sebelas bulan berikutnya. Syawal menjadi titik tolak perubahan, awal baru untuk menjadi hamba yang lebih baik—lebih taat, lebih bersyukur, dan lebih dekat kepada Allah SWT. Bulan ini pula kebanyakan para santri mulai kembali ke pesantrennya usai menjalani libur sejak Bulan Ramadhan sebelumnya. Maka momen inilah para santri atau seorang yang hendak nyantri di pesantren menata niat kembali agar tidak melenceng.
Untuk menjalani kegiatan pesantren, tekad serta niat harus muncul dari diri santri. Padatnya ragam kegiatan menunjang niat yang tulus menjadi landasan santri agar betah di pesantren.
Merenungi dawuhnya Ibnu an-Najar dari Ibnu Abbas
الغدوّ والرّواح إلى المساجد في تعليم العلم أفضل عند الله من الجهاد في سبيل الله
“Pergi di waktu pagi ke masjid untuk menuntut ilmu disisi Allah itu lebih utama daripada jihad/ perang di jalan Allah.”
Melalui keterangan yang telah diutarakan lebih mengutamakan ilmu daripada perang menggunakan pedang. Oleh keran itu kuatkan tekad luruskan niat agar tujuan menjadi rahmat. Tholabul ‘ilmi di pondok pesantren bukan sekedar menginap di asrama, pagi ziyadah, siang muthola’ah, sore taqriran, murojaah saja, namun ada hal yang besar dibalik proses itu semua
Dalam kitab Ta’lim al-Muta’allim halaman 10, Syaikh Ibrahim bin Ismail az Zarnuji menuliskan niat yang benar bagi seorang santri hendak mencari ilmu agar dalam prosesnya diberi kelancaran serta kebermanfaatan ilmu.
ويمبغى أن ينوى المتعلم بطلب العلم رضاء الله والدار الآخرة، وإزالة الجهل عن نفسه، وعن سلئر الجهال، وإحياء الدين وإبقاء الإسلام، فإن بقاء الإسلام بالعلم، ولا يصح الزهد والتقوى مع الجهل
“Di waktu belajar hendaklah meniatkan mencari Ridha Allah SWT, kebahagiaan akhirat, memerangi kebodohan sendiri dan segenap orang bodoh, mengembangkan agama dan melanggengkan Islam, sebab kelanggengan Islam harus diupayakan dengan ilmu. Zuhud dan taqwa tidak sah jika tidak berdasar kepada ilmu.”
وينوى به: الشكر على نعمته العقل، وصحة البدن، ولا ينوى به إقبل النس عليه، ولا استجلاب حطام الدناي، والكرامة عند السلطان وغيره
“Dengan belajar pula, hendaklah diniati untuk mensyukuri kenikmatan akal dan badan yang sehat. Belajar jangan diniatkan untuk mencari pengaruh kenikmatan dunia ataupun kehormatan di depan penguasa atau jabatan tertinggi lain.”
Poin-poin inilah yang harus diperbaiki sebelum melakukan rihlah ilmiah ke pesantren, terlebih para santri yang berkutat mencari dan mendalami ilmu agama. Jika niat sudah betul-betul dilaksanakan, ilmu yang diperoleh nantinya akan menjadikannya sebagai orang alim yang mengamalkan ilmunya, bukan yang merusak. Wallahu’alam bishowab.
Leave a Comment