- December 20, 2024
- nahdlatul_quran
- 0 Comments
- Dawuh Guru, Kegiatan Santri, Mengaji, Santri Kudus, Santri Mengaji, Santri Qur'ani
Belajar dari Sayyidah Fathimah az Zahra
Allahumma Sholli ‘Alaa Sayyidina Muhammad, pertama-tama mengawali dengan salawat salam kepada Sayyidina Rasulullah Saw sebagai penghulu seluruh Nabi dan Rasul. Sebelum mengisahkan putri Beliau Saw. sebab Sayyidatuna Fatimah az Zahra adalah putri kesayangan Sayyidina Rasulullah Saw.
Dilansir dari jatim.nu.or.id. Sayyidatuna Fatimah az Zahra lahir di kota Makkah al-Mukarramah pada hari Jum’ah tanggal 20 Jumadil Akhir. Sejarawan meyakini beliau lahir pada tahun 612 atau 615. Terlepas dari perbedaan pendapat tersebut, kelahiran Sayyidatuna Fatimah Azzahra disambut dengan sukacita, hal tersebut menandakan babak baru bagi tradisi Arab jahiliyah. Pasalnya, stigma bangsa Arab masih menganggap bayi perempuan merupakan aib, bahkan tidak sedikit yang mengubur bayinya apabila berjenis kelamin perempuan. Ayahnya bernama Sayyidina Rasulullah Saw dan ibunya Sayyidah Khadijah binti Khuwalid.
Putri Kesayangan Sang Nabi Muhammad Saw
Sayyidatuna Fatimah Az Zahra binti Rasulullah Saw adalah sosok cerdas yang menjadi teladan bagi kita perempuan muslimah. Beliau adalah putri Rasulullah Saw yang sangat mulia dengan segala keistimewaanya. Abu Abdillah mengatakan, “Sayyidatuna Fatimah memiliki 9 nama disisi Allah SWT yakni, Fatimah, Ash-Shiddiqah, al Mubarakah, ath Thahirah, az Zakiyyah, ar Radhiyyah, al Mardhiyyah, al Muhaditsah, dan az Zahra.” Bahkan rasa sayang muncul dari pengakuan Rasulullah Saw bahwa Sayyidatuna Fatimah adalah bagian dari dirinya. Siapapun yang membuatnya marah, maka akan membuat Rasulullah Saw marah juga. Riwayat ini muncul dalam HR. Shahih al-Bukhari dari jalur Miswar bin Makhramah:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ فَاطِمَةُ بِضْعَةٌ مِنِّي فَمَنْ أَغْضَبَهَا أَغْضَبَنِي
“Bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Fatimah adalah bagian dari diriku. Siapa pun yang menjadikannya marah ia membangkitkan kemarahanku.” (HR. al-Bukhari)
Mahar Sayyidatuna Fatimah Az Zahra
Menginjak usia 15 tahun 5 bulan, Sayyidatuna Fatimah menikah dengan Ali bin Abi Thalib. Pernikahan mereka berlangsung sederhana. Terkisah, pada saat Sayyidina Ali melamar Sayyidatuna Fatimah dia sempat bingung karena merasa tidak memiliki mahar yang cukup. Namun, Rasulullah Saw tidak mempersulit hal tersebut dan menanyakan kepada Sayyidina Ali bahwa Sayyidina Ali memiliki baju besi yang dahulu pernah diberikan oleh Rasulullah Saw. Beliau pun menyetujui baju besi tersebut sebagai mahar pernikahan anaknya tersebut.
Kehidupan yang Sederhana dan Penuh Kasih
Dari berbagai keterangan Sejarah dan Riwayat disebutkan Sayyidatuna Fatimah sangat mencintai Sayyidina Ali dalam kondisi apapun bahkan menyatakan kepada Nabi Saw bahwa Sayyidina Ali adalah sebaik-baik teman dan suami.
Periode awal kehidupan mengalami kesulitan ekonomi hingga terkadang Sayyidatuna Fatimah dan Sayyidina Ali tidak mendapatkan makanan yang mengenyangkan untuk anaknya (Hasan dan Husain). Namun tidak ada niat untuk protes untuk kondisi yang dialaminya bahkan untuk membantu suaminya dalam mencari nafkah, beliau memintal wol.
Meskipun tidak selalu memiliki kehidupan yang mudah, cinta antara Sayyidatuna Fatimah dan Sayyidina Ali menjadi fondasi yang kuat bagi hubungan mereka. Mereka dikaruniai enam anak, dipenuhi dengan cinta, termasuk Hasan, Husain, Zaenab, dan lainnya. Keluarga mereka menjadi contoh bagaimana cinta dan saling mendukung dapat mengatasi segala kesulitan.
Kedermawanan Keluarga Sayyidina Ali dan Sayyidatuna Fatimah
Salah satu kedermawanan keluarga ini adalah ketika mereka berpuasa selama tiga haroi sebagai nazar, namun mereka memberikan jatah buka puasa mereka selama tiga hari kepada orang miskin, anak yatim, dan tawanan hingga akhirnya berbuka dengan air putih saja. Allah SWT pun menurunkan wahyu untuk memuji kedermawanan mereka dalam QS. al-Insan.
Ketahanan dan Keteguhan Sayyidatuna Fatimah
Sayyidatuna Fatimah tidak hanya bergantung pada keberuntungan, beliau bekerja keras untuk menghadapi berbagai tantangan. Pada satu titik, karena kesulitan finansial, beliau harus menggadaikan kerudungnya untuk mendapatkan uang. Di tengah berbagai perjuangan ini, beliau pernah mengungkapkan kesedihannya kepada Sayyidina Ali mengenai kesulitan yang mereka hadapi. Namun, bahkan di masa-masa sulit, Sayyidatuna Fatimah tidak pernah kehilangan harapan. Sayyidina Ali, yang sangat menghargai Sayyidatuna Fatimah, menyarankan agar mereka meminta bantuan dari Nabi Saw. Momen ini menunjukkan rasa hormat dan cinta mendalam yang Sayyidatuna Fatimah miliki untuk ayahnya, sehingga membuatnya sulit untuk mengungkapkan kesulitan yang mereka hadapi.
Sayyidatuna Fatimah az Zahra adalah teladan bagi penjuru Muslim, terutama wanita. Kisah hidupnya, yang dipenuhi dengan tantangan dan pengorbanan, mengajarkan kita makna sejati dari keberanian, kesederhanaan, dan kasih sayang. Sayyidatuna Fatimah tidak hanya diingat sebagai putri Nabi Muhammad Saw, tetapi juga sebagai sosok pemandu yang mencerminkan cinta, keadilan, dan komitmen pada kebenaran.
Mari kita ambil pelajaran dari perjalanan hidupnya dengan bertawassul dan meniru sifat baik dari Sayyidatuna Fatimah. Semoga karakter teladan beliau terus menginspirasi kita untuk menjadi individu yang lebih baik dan menjadikan kita sebagai wanita-wanita yang cinta dan mencintai Sayyidah dan menjadikan beliau sebagai role model dalam dalam kehidupan sehari-hari. Aamiin…
Spesial menjelang milad Sayyidah Fatimah az Zahra 20 Jumadil Akhir, Mari kita amalkan sholawat yang kita hadiahkan untuk beliau. Sholawat ini bisa dibaca kapan saja. Khususnya untuk kita yang berharap ada di barisan Sayyidah Fatimah kelak di surga
يَا حُبَابَتِيْ يَا سَيِّدَتِيْ يَا فَاطِمَةْ يَا بِنْتَ رَسُوْلِ اللّٰهِ صَلَاةُ اللّٰهِ وَ سَلَامُهُ الْأَتَمَّانِ الْأَكْمَلَانِ عَلَى أَبِيْكِ وَ أُمُّكِ وَ عَلَيْكِ وَ عَلَى زَوْجُكِ وَ عَلَى إِبْنَيْكِ وَعَلَى مَنْ وَالَاكُمْ لِله
Yaa hubaabatii yaa sayyidatii yaa Fatimah yaa binta Rasulillahi sholaatullahi wa salaamuhul atammaanil akmalaani alaa abiiki wa ummiki wa alaiki wa alaa zawjiki wa ala ibnaiki wa alaa man waa lakum lillah.
Leave a Comment