- October 10, 2025
- nahdlatul_quran
- 0 Comments
- Kegiatan Santri
Lupa Prespektif al-Qur’an dalam Dunia Penghafal al-Qur’an dan Upaya Penetralisirnya
Dimensi spiritual lupa bukan hanya dialami oleh orang-orang awam, melainkan juga oleh mereka yang saleh. Al-Qur’an memberikan beberapa contoh kisah misalnya dalam QS. Yusuf/ 12: 42, Allah SWT berfirman:
وَقَالَ لِلَّذِي ظَنَّ أَنَّهُ نَاجٍ مِّنْهُمَا اذْكُرْنِي عِندَ رَبِّكَ فَأَنسَاهُ الشَّيْطَانُ ذِكْرَ رَبِّهِ فَلَبِثَ فِي السِّجْنِ بِضْعَ سِنِينَ
“Dia (Yusuf) berkata kepada orang yang diketahuinya akan selamat di antara mereka berdua, “Jelaskanlah keadaanku kepada tuanmu.” Kemudian, setan menjadikan dia lupa untuk menjelaskan (keadaan Yusuf) kepada tuannya. Karena itu, dia (Yusuf) tetap dalam penjara beberapa tahun lamanya.”
Disebutkan bahwa salah seorang napi yang berhasil dibebaskan dari penjara lupa menyampaikan pesan Nabi Yusuf a.s. kepada raja. Al-Qur’an menegaskan penyebab lupa itu adalah “setan” termaktub dalam lafaz فَأَنسَاهُ الشَّيْطَانُ
Demikian pula dalam QS. al-Kahfi/ 18: 63
قَالَ اَرَاَيْتَ اِذْ اَوَيْنَآ اِلَى الصَّخْرَةِ فَاِنِّيْ نَسِيْتُ الْحُوْتَۖ وَمَآ اَنْسٰىنِيْهُ اِلَّا الشَّيْطٰنُ اَنْ اَذْكُرَهٗۚ وَاتَّخَذَ سَبِيْلَهٗ فِى الْبَحْرِ عَجَبًا
“Muridnya menjawab: “Tahukah kamu tatkala kita mencari tempat berlindung di batu tadi, maka sesungguhnya aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu dan tidak adalah yang melupakan aku untuk menceritakannya kecuali syaitan dan ikan itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh sekali”.”
Dalam ayat ini, murid mendampingi Nabi Musa a.s. dan sedang beristirahat, dia lupa dan tidak menceritakan tentang ikan. Kekhilafan ini bukan karena ia tidak bertanggung jawab, tetapi setan yang menyebabkannya.
Kisah lain dalam surah yang sama yaitu QS. al-Kahfi/ 18: 23-24
وَلَا تَقُوْلَنَّ لِشَا۟يْءٍ اِنِّيْ فَاعِلٌ ذٰلِكَ غَدًاۙ ٢٣ اِلَّآ اَنْ يَّشَاۤءَ اللّٰهُۖ وَاذْكُرْ رَّبَّكَ اِذَا نَسِيْتَ وَقُلْ عَسٰٓى اَنْ يَّهْدِيَنِ رَبِّيْ لِاَقْرَبَ مِنْ هٰذَا رَشَدًا ٢٤
“Dan jangan sekali-kali engkau mengatakan terhadap sesuatu, “Aku pasti melakukan itu besok pagi,” (23). Kecuali (dengan mengatakan), “Insya Allah.” Dan ingatlah kepada Tuhanmu apabila engkau lupa dan katakanlah, “Mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepadaku agar aku yang lebih dekat (kebenarannya) daripada ini.” (24)”
Diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW pernah lupa mengucapkan kata “in syaa Allah” ketika menjawab pertanyaan kaum Quraisy mengenai kisah Aṣhabul Kahfi, ruh, dan Ẓulkarnain. Efek dari itu, wahyu tertunda turun selama lebih kurang 15 hari. Peristiwa ini benar-benar menyempitkan hati beliau.
Begitu pula dalam riwayat Shahih al-Bukhari. Nabi Musa a.s. pernah ditanya siapakah manusia paling berilmu. Karena lupa untuk bertawadhu, beliau menjawab; “Saya.” Peristiwa ini kemudian menjadi latar belakang perintah Allah SWT agar Nabi Musa a.s. menemui Nabi Khidr a.s. untuk belajar.
Dalam kasus Rasulullah SAW dan Nabi Musa a.s., Al-Quran memang tidak secara eksplisit menyebutkan sebab “lupa” oleh setan. Namun, secara hakikat, lupa tetap bersumber dari setan atau kelalaian manusia.
Lupa hakikatnya muncul ketika seseorang menormalisasi bisikan setan melalui standar hawa nafsu dalam menentukan pilihan dan jawaban. Artinya, ketika hati dan pikiran sedang tidak baik-baik saja –kurang terkoneksi dengan Rabbnya- peluang setan untuk memalingkan ingatan menjadi terbuka kemudian menyebabkan manusia lalai.
Al-Qur’an sudah memberikan solusi yang jelas untuk menetralisir lupa. QS. al-Kahfi ayat 24, Allah SWT memerintahkan kepada hamba yang lupa segera mengingat-Nya. Bahkan dalam ayat tersebut Allah SWT mengajarkan doa yang diucapkan ketika dilanda lupa:
اِلَّآ اَنْ يَّشَاۤءَ اللّٰهُۖ وَاذْكُرْ رَّبَّكَ اِذَا نَسِيْتَ وَقُلْ عَسٰٓى اَنْ يَّهْدِيَنِ رَبِّيْ لِاَقْرَبَ مِنْ هٰذَا رَشَدًا ٢٤
“Mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepadaku agar aku yang lebih dekat (kebenarannya) daripada ini.”
Upaya penetralisir lupa adalah dengan cara menggantungkan hati kepada Allah SWT, menjaga tawadhu dan paling utama terus mengulang hafalan secara rutin (nderes). Dengan upaya tersebut “lupa” dapat berubah menjadi momentum untuk semakin dekat kepada Allah SWT dan semakin lekat dengan Kalamullah-Nya. Wallahu a’lam biṣawab.
Oleh : Ellviaaf
Leave a Comment