Artikel
PENTINGNYA SANAD KEILMUAN
ﻳﻈﻦّ ﺍﻟﻐُﻤْﺮُ ﺃﻥ ﺍﻟﻜُﺘْﺐَ ﺗَﻬﺪﻱ – ﺃﺧَﺎ ﺟَﻬﻞٍ ﻹﺩْﺭﺍﻙِ ﺍﻟﻌُﻠﻮﻡِ
ﻭﻣَﺎ ﻳَﺪﺭﻱﺍﻟﺠﻬﻮﻝُ ﺑﺄﻥّ ﻓِﻴﻬﺎ – ﻏَﻮﺍﻣِﺾ ﺣَﻴّﺮﺕ ﻋَﻘﻞَ ﺍﻟﻔﻬﻴﻢِ
ﺇﺫﺍ ﺭُﻣﺖ ﺍﻟﻌُﻠﻮﻡَ ﺑﻐﻴﺮِ ﺷﻴﺦٍ – ﺿﻠﻠﺖَ ﻋَﻦ ﺍﻟﺼِﺮﺍﻁ ﺍﻟﻤُﺴﺘﻘِﻴﻢ
ﻭﺗﻠﺘَﺒِﺲُ ﺍﻷﻣُﻮﺭُ ﻋﻠﻴﻚَ ﺣَﺘﻰ – ﺗﺼﻴﺮَ ﺃﺿﻞَّ ﻣِﻦ ﺗُﻮﻣﺎ ﺍﻟﺤَﻜﻴﻢ
“Banyak orang mengira bahwa kitab-kitab itu dapat menuntun orang-orang bodoh untuk mendapatkan ilmu, padahal lebih bodohnya lagi (mereka tidak mengetahui) bahwa didalam kitab-kitab tersebut terdapat banyak keterangan yang dapat membingungkan orang cerdas (sekalipun).
Jika kau mencari ilmu dengan tanpa adanya guru, maka kau akan tersesat dari jalan yang lurus. Segala sesuatu akan menjadi samar bagimu hingga engkau lebih tersesat daripada kisahnya Tuma Al-Hakim.”
(Syi’ir Masyhur al Imam Abu Hayyan Al Andalusy)
Sebuah kisah dari Tuma Al-Hakim yang menjadi Lambang Kebodohan pada masanya.
Alkisah Tuma Al-Hakim adalah anak dari seorang tabib yang terkenal di daerahnya. Karena kealiman ayahnya dalam bidang pengobatan, sampai-sampai ayahnya tersebut memiliki perpustakaan besar dan berisi buku-buku yang bermacam-macam pula. Masa remaja Tuma Al-Hakim dihabiskan untuk mempelajari kitab-kitab yang ada di perpustakaan milik ayahnya tanpa sekalipun berguru kepada seseorang. Suatu ketika sang ayah meninggal ketika Tuma baru menginjak usia dewasa. Ia diminta dan dipercaya masyarakat setempat untuk menggantikan ayahnya menjadi tabib. Dengan berbekal ilmu dari kitab dan buku yang ia baca sewaktu muda,Tuma merasa sanggup untuk menerima tawaran itu.
Pada masa awal ia bertugas, ia berhasil menyembuhkan beberapa orang dari penyakitnya. Hingga di suatu hari, datang Si Fulan dengan mengeluhkan sakit yang belum pernah ia dengar selama ini. Tuma pun kebingungan dan mencari solusi dengan mendatangi kembali perpustakaan milik ayahnya. Setelah beberapa saat, Tuma menemukan sebuah kitab lapuk yang menjelaskan obat dari penyakit Si Fulan tersebut, yang bertuliskan :
“”الحية السوداء شفاء من كل داء
Ular Hitam adalah obat dari segala penyakit
Begitu menemukan obatnya, Tuma langsung bergegas mencari ular hitam untuk dibuatkan ramuan dan diberikan kepada Si Fulan. Bukannya membaik, Fulan malah tidak sadarkan diri dan berujung pada kematian. Tuma Al Hakim disalahkan atas kejadian tersebut dan dimintai keterangan oleh masyarakat setempat. Akhirnya ia menjelaskan kronologi kejadiannya dan dibawakanlah satu kitab lapuk milik ayahnya. Alangkah terkejutnya Tuma ketika ia menelaah kembali tulisan di dalam kitab tersebut, dengan tulisan yang cukup samar :
“الحبة السوداء شفاء من كل داء”
Jinten Hitam adalah obat dari segala penyakit
Dari cerita diatas, dapat ditarik sebuah hikmah tentang Bahayanya Orang Mencari Ilmu tanpa ada Sanad Keilmuan yang jelas. Karena tanpa adanya guru, kita tak akan mendapat arahan dari ilmu yang kita pelajari. Semoga bermanfaat
Bulan Safar: Antara Mitos dan Kebaikan
Assalamu’alaikum, sahabat 🕌
Bulan Safar, yang merupakan bulan kedua dalam kalender Islam, seringkali dikelilingi oleh mitos dan anggapan negatif. Namun, mari kita bersama-sama menggali lebih dalam tentang bulan ini dan memahami maknanya yang sebenarnya.
Asal Usul Nama Bulan Safar:
- Bulan Safar berasal dari kata “sifr” dalam bahasa Arab, yang berarti “kosong” atau “nol.” Pada masa Jahiliah, orang-orang meyakini bahwa bulan ini membawa kesialan dan keburukan. Namun, sebagai umat Islam, kita seharusnya yakin bahwa bulan Safar sama dengan bulan-bulan lainnya dan tidak mempengaruhi nasib seseorang.
Dalil Naqli yang Membantah Mitos:
- Dalam jurnal MUDARRISUNA Vol. 10 No. 1 Januari-Maret 2020, terdapat dalil Naqli yang membantah mitos bulan Safar. Di antaranya adalah: “Tidak ada penyakit yang berjangkit, tidak ada kepercayaan bahwa hewan memberi manfaat dan mudharat, tidak ada kesialan di bulan Safar, dan tidak ada juga kepercayaan datangnya malapetaka disebabkan burung hantu.” (Riwayat al-Bukhari, Muslim, Abu Daud, dan Ahmad).
Kebaikan di Bulan Safar:
- Bulan Safar adalah kesempatan bagi kita untuk berlomba-lomba dalam kebaikan. Mari tingkatkan amalan kita, seperti shalat, dzikir, dan sedekah.
- Jangan biarkan mitos menghalangi kita untuk berbuat baik. Bulan ini sama mulianya dengan bulan-bulan lainnya.
Doa dan Harapan:
- Semoga kita senantiasa diberikan kesehatan, keberkahan, dan keselamatan di bulan Safar ini.
- Mari berdoa agar Allah SWT melindungi kita dari segala bentuk kesialan dan memberikan kita keberkahan.
Ingatlah, sahabat, bahwa bulan Safar adalah waktu yang berharga untuk mendekatkan diri kepada Allah dan meningkatkan kebaikan. Semoga artikel ini memberikan pencerahan dan semangat bagi kita semua. 🌙✨
Kegiatan Bulan Muharram
Tentu! Bulan Muharram adalah bulan yang mulia dalam kalender Islam, dan ada banyak kegiatan yang bisa dilakukan untuk merayakannya. Berikut beberapa ide kegiatan yang bermanfaat dan berkesan untuk menyambut bulan Muharram:
Pawai Muharram:
- Gelar pawai atau kirab dengan mengajak warga masyarakat dari berbagai kalangan. Pawai ini bisa diisi dengan zikir, doa bersama, dan semangat hijrah.
Tabligh Akbar:
- Adakan ceramah besar dengan tema hijrah dan perbaikan diri. Undang ustad atau dai yang inspiratif untuk memberikan tausiyah.
Zikir dan Doa Bersama Tahun Baru Islam:
- Ajak komunitas atau jamaah masjid untuk mengadakan zikir dan doa bersama di malam pergantian tahun baru Islam.
Tausiyah Islam:
- Selenggarakan kajian atau tausiyah dengan tema hijrah dan meningkatkan keimanan.
Safari Muharram:
- Kunjungi tempat-tempat ibadah atau pesantren untuk berziarah dan mengambil hikmah dari perjalanan hijrah Nabi Muhammad SAW.
Renungan Awal Tahun Baru Islam:
- Adakan acara renungan dan refleksi diri untuk memulai tahun baru dengan semangat hijrah.
Ingatlah bahwa bulan Muharram adalah waktu yang baik untuk memperbaiki diri, meningkatkan keimanan, dan memperkuat ukhuwah Islamiyah. Semoga kegiatan-kegiatan ini membawa manfaat dan berkah bagi kita semua! 🌙🤲
“Ayat Al-Qur’an tentang Puasa Ramadhan"
Sebentar lagi, umat Islam akan menyambut gembira dengan kehadiran bulan suci Ramadhan 1443 H. Bulan yang mulia dan dimuliakan. Bahkan disebutkan dalam sebuah hadits, bulan Ramadhan adalah bulannya umat Nabi Muhammad saw mengingat di dalamnya penuh dengan keberkahan dan pahala berlimpah dalam setiap laku ibadahnya. Baca Juga: Panduan Lengkap Puasa Ramadhan: Dalil, Tata Cara, dan Ketentuannya Selain itu, bulan Ramadhan juga waktu bagi umat Islam menjalankan ibadah puasa. Satu ibadah yang tidak ditentukan pahalanya karena hanya Allah swt yang akan memberikannya secara langsung kepada orang-orang yang menjalankannya dengan baik.
Kewajiban puasa di bulan Ramadhan ini termaktub dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 183-185 berikut.
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ كُتِبَ عَلَيۡكُمُ ٱلصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِكُمۡ لَعَلَّكُمۡ تَتَّقُونَ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah [2]: 183)
Kegiatan Bulan Muharram
Tentu! Bulan Muharram adalah bulan yang mulia dalam kalender Islam, dan ada banyak kegiatan yang bisa dilakukan untuk merayakannya. Berikut beberapa ide kegiatan yang bermanfaat dan berkesan untuk menyambut bulan Muharram:
Pawai Muharram:
- Gelar pawai atau kirab dengan mengajak warga masyarakat dari berbagai kalangan. Pawai ini bisa diisi dengan zikir, doa bersama, dan semangat hijrah.
Tabligh Akbar:
- Adakan ceramah besar dengan tema hijrah dan perbaikan diri. Undang ustad atau dai yang inspiratif untuk memberikan tausiyah.
Zikir dan Doa Bersama Tahun Baru Islam:
- Ajak komunitas atau jamaah masjid untuk mengadakan zikir dan doa bersama di malam pergantian tahun baru Islam.
Tausiyah Islam:
- Selenggarakan kajian atau tausiyah dengan tema hijrah dan meningkatkan keimanan.
Safari Muharram:
- Kunjungi tempat-tempat ibadah atau pesantren untuk berziarah dan mengambil hikmah dari perjalanan hijrah Nabi Muhammad SAW.
Renungan Awal Tahun Baru Islam:
- Adakan acara renungan dan refleksi diri untuk memulai tahun baru dengan semangat hijrah.
Ingatlah bahwa bulan Muharram adalah waktu yang baik untuk memperbaiki diri, meningkatkan keimanan, dan memperkuat ukhuwah Islamiyah. Semoga kegiatan-kegiatan ini membawa manfaat dan berkah bagi kita semua! 🌙🤲
“Ayat Al-Qur’an tentang Puasa Ramadhan"
Sebentar lagi, umat Islam akan menyambut gembira dengan kehadiran bulan suci Ramadhan 1443 H. Bulan yang mulia dan dimuliakan. Bahkan disebutkan dalam sebuah hadits, bulan Ramadhan adalah bulannya umat Nabi Muhammad saw mengingat di dalamnya penuh dengan keberkahan dan pahala berlimpah dalam setiap laku ibadahnya. Baca Juga: Panduan Lengkap Puasa Ramadhan: Dalil, Tata Cara, dan Ketentuannya Selain itu, bulan Ramadhan juga waktu bagi umat Islam menjalankan ibadah puasa. Satu ibadah yang tidak ditentukan pahalanya karena hanya Allah swt yang akan memberikannya secara langsung kepada orang-orang yang menjalankannya dengan baik.
Kewajiban puasa di bulan Ramadhan ini termaktub dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 183-185 berikut.
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ كُتِبَ عَلَيۡكُمُ ٱلصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِكُمۡ لَعَلَّكُمۡ تَتَّقُونَ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah [2]: 183)
“Tiga Amalan Sunnah di Malam Nisfu Sya’ban"
Berikut adalah tiga amalan sunnah yang dianjurkan di malam Nisfu Sya’ban:
1. Memperbanyak doa. Anjuran ini didasarkan pada hadits riwayat Abu Bakar bahwa Nabi Muhammad saw bersabda: ينزل الله إلى السماء الدنيا ليلة النصف من شعبان فيغفر لكل شيء، إلا لرجل مشرك أو رجل في قلبه شحناء Artinya, “(Rahmat) Allah swt turun ke bumi pada malam Nisfu Sya’ban. Dia akan mengampuni segala sesuatu kecuali dosa musyrik dan orang yang di dalam hatinya tersimpan kebencian (kemunafikan).” (HR al-Baihaqi).
2. Membaca dua kalimat syahadat sebanyak-banyaknya. Dua kalimat syahadat termasuk kalimat mulia dan sangat baik dibaca kapan pun dan di mana pun terlebih lagi pada malam Nisfu Sya’ban. Sayyid Muhammad bin Alawi dalam kitab Ithmi’nânul Qulûb Bidzikri ‘Allâmil Ghuyûb mengatakan: “Seyogyanya seorang muslim mengisi waktu yang penuh berkah dan keutamaan dengan memperbanyak membaca dua kalimat syahadat, La ilaha illallah Muhammadur Rasulullah, khususnya bulan Sya’ban dan malam pertengahannya.”
3. Memperbanyak istighfar. Tidak ada satu pun manusia yang bersih dari dosa dan salah. Itulah manusia. Kesehariannya bergelimang dosa. Namun, kendati manusia berdosa, Allah swt senantiasa membuka pintu ampunan kepada siapa pun. Karenanya, meminta ampunan (istighfar) sangat dianjurkan terlebih lagi di malam Nisfu Sya’ban. Sayyid Muhammad bin Alawi dalam Ithmi’nânul Qulûb memaparkan, “Istighfar merupakan amalan utama yang harus dibiasakan orang Islam, terutama pada waktu yang memiliki keutamaan, seperti Sya’ban dan malam pertengahannya”. “Istighfar dapat memudahkan rezeki, sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an dan hadits. Pada bulan Sya’ban pula dosa diampuni, kesulitan dimudahkan, dan kesedihan dihilangkan,” sambung Sayyid Alawi.
“Isro' Mi'roj 1444 H”
7 Pelajaran Penting Isra Miraj Nabi Muhammad SAW :
- Perjalanan Isra dan MirajNabi Muhammad SAW dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang dilanjutkan sampai ke langit ketujuh hingga Sidratul Muntaha adalah mukjizat hissiyyah atau material (fisikal) yang dapat diterima oleh akal.
- Mengimani peristiwa Isra dan MirajNabi Muhammad SAW merupakan bagian integral akidah Islam yang harus diperkuat.
- Peristiwa Isra Miraj adalah anugerah Allah Swt. untuk Nabi Muhammad SAW.
- Perjalanan Isra Miraj menunjukkan pemuliaan dan pengagungan Nabi Muhammad Saw., para nabi dan rasul, serta umat Islam yang menerima risalah shalat lima waktu.
- Perjalanan Isra ke Masjid Al-Aqsha memberi pesan kepada Bani Israil, bahwa Nabi Muhammad SAW adalah nabi terakhir yang juga memimpin mereka. Perjalanan Mi’raj ke langit juga menegaskan kedudukan beliau sebagai pembawa risalah terakhir yang akan meninggikan agama Allah dan memuliakannya.
- Sebelum mikraj ke langit, Rasulullah SAW mengimami shalat semua nabi dan rasul. Hal ini menunjukkan bahwa mereka hanya akan mengikuti dan mematuhi risalah Nabi Saw.
- Peristiwa Isra dan Miraj menegaskan tentang keagungan shalat wajib lima waktu yang merupakan rukun Islam.
“KENAPA AKU SUSAH UNTUK ISTIQOMAH ?”
Menengok sejarah hitam Iblis, tatkala ia diusir dari surga dalam keadaan hina dina, maka ia berkata sebagaimana diceritakan oleh Allah dalam Al-Qur’an :
قَالَ فَبِمَا أَغْوَيْتَنِي لَأَقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيمَ ﴿١٦﴾
ثُمَّ لآَتِيَنَّهُمْ مِنْ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَانِهِمْ وَعَنْ شَمَائِلِهِمْ ۖ وَلاَ تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَاكِرِينَ ﴿١٧﴾
“Iblis berkata: ‘Karena Engkau (wahai Allah) telah menghukumku tersesat, aku benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka (yaitu anak cucu adam) dari jalan-Mu yang lurus. Kemudian aku akan mendatangi mereka dari depan dan belakang mereka, dari kanan dan kiri mereka dan Engkau tidak akan mendapatkan kebanyakan mereka sebagai orang-orang yang bersyukur’” (Al-A’raf: 16-17)
Dari ayat yang mulia ini, dapat kita ketahui bahwa Iblis dan bala tentaranya akan senantiasa berusaha dengan segenap tenaganya untuk menghalangi manusia dari jalan Allah yang lurus serta menghiasi kemaksiatan hingga tampak indah di mata manusia. Karena tekat dan usaha Iblis inilah, sangat banyak manusia yang merasakan dirinya susah dan berat untuk istiqamah di jalan Allah.
Di sini akan disampaikan beberapa perkara yang dapat membantu seseorang untuk tetap istiqamah di atas jalan Allah serta selamat dari belitan tipu daya iblis.
﴾إِنَّ كَيْدَ الشَّيْطَانِ كَانَ ضَعِيفًا (٧٦
“Sesungguhnya tipu daya syaitan adalah lemah.” (An-Nisa’:76)
Di antara perkara yang dapat membantu seseorang untuk istiqamah adalah :
- Mengikhlaskan niat saat melakukan amalan-amalan ketaatan
- Berdo’a kepada Allah agar diberikan keistiqamahan
- Menanamkan keyakinan dan mengingat-ingat tentang balasan yang akan diraih bagi orang yang istiqamah
- Memilih teman yang baik
- Banyak membaca sirah (perjalanan hidup) Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan orang-orang yang shalih.
“KEMULIAAN BULAN RAJAB”
Awal bulan Rajab tahun ini, dengan merujuk kalender yang dikeluarkan Ormas Islam semisal NU, jatuh pada Malam Jumat 8 Maret 2019. Umat Islam pada umumnya ketika mulai memasuki bulan Rajab banyak berdoa: “Ya Allah berkailah kami di bulan Rajab dan Sya’ban. Sampaikan umur kami hingga dapat beribadah di bulan Ramadhan.”
Bulan Rajab (artinya mulai atau menahan diri) yang jatuh pada urutan ke-7 dalam deretan bulan-bulan qamariyah diyakini memiliki kemuliaan tersendiri. Hal ini dikarenakan Rasulullah ketika menyebut urutan bulan-bulan haram (yang dimuliakan) yakni Dzul Qaidah, Dzul Hijjah, Muharram dan Rajab, secara khusus beliau membuat kalimat penegasan: “Rajab mudhar yang ada di antara bulan Jumad dengan Sya’ban.”
Kalimat penegasan Rasulullah dalam hadits yang diriwayatkan Abu Bakroh itu diberikan catatan oleh ulama besar, seperti Ibnu Katsir dan Imam Nawawi. Keduanya sama-sama membuat catatan bahwa di zaman Rasulullah, masyarakat Arab masih mengenal dua sebutan Rajab, yaitu Mudhar dan Rabi’ah. Rajab mudhar yang mulia bagi setiap orang yang dapat menahan diri dari madarat ialah bulan yang terletak di antara Jumadil Akhir dengan Sya’ban. Sedangkan Rajab Rabi’ah yang dipahami sangat mulia oleh orang Arab sebagai waktu mudiknya para perantau dan penggembala adalah bulan (Ramadhan dalam Islam) yang jatuh di antara Sya’ban dengan Syawwal”.
Apakah ini ada kaitan dengan transisi penanggalan di masa Rasul? Berdasarkan QS. at-Taubat: 36, setahun dihitung sebanyak 12 bulan sedangkan bangsa Arab pra-Islam menghitung setahun dalam siklus 13 bulanan. Sebelum kedatangan Islam, masyarakat Arab sudah mengenal kalender. Namun kalender yang dipergunakan adalah kalender campuran bulan-matahari. Peredaran bulan digunakan, dan untuk mensinkronkan dengan musim dilakukan penambahan jumlah hari. Praktek ini di dalam QS. at-Taubat: 37 disebut an-nasiy. Dalam kalender ini, pergantian tahun selalu terjadi di penghujung musim panas (sekitar bulan September).
Besar kemungkinannya penegasan Rasulullah dengan menyebut bulan Rajab mudhar ada kaitannya dengan konteks zaman transisi itu. Oleh karenanya, dapat dimaklumi bahwa bulan Rajab mudhar (antara Jumadil Akhir dengan Sya’ban) dipahami sebagai bulan mulia oleh umat Islam. Sama halnya mereka memuliakan bulan Rajab rabi’ah (antara Sya’ban dengan Syawwal) yang telah tergantikan kemuliaannya menjadi bulan Ramadhan.
Tak sedikit ulama yang menganjurkan memperbanyak amal di bulan Rajab atas dasar fadailul a’mal, seperti mengerjakan salat sunnah khusus sesudah shalat Maghrib, berpuasa sunnah sebulan penuh, memperbanyak istighfar Rajab dan shalawat Rajab. Walaupun dalam masalah ini ada sikap pro dan kontra di kalangan ulama.
Ulama mazhab Hanbali, misalnya, berpendapat tidak ada dalil khusus yang menjelaskan ritual di bulan Rajab. Kalau pun ingin menjalankan ritual Rajab maka di bulan-bulan yang lain juga diadakan ritual yang sama tanpa membedakan satu dengan lainnya. Sebagai contoh jika seorang muslim berpuasa sebulan penuh di bulan Rajab maka ia hendaknya juga berpuasa penuh di bulan Sya’ban dan bulan-bulan haram lainnya.
Sedangkan ulama yang menganggap bulan Rajab memiliki rahasia kemuliaan mengamalkan dalil-dalil secara umum yang ditopang dengan hadits dhaif dari segi perawinya. Dalil-dalil umum itu di antaranya berupa anjuran berpuasa di bulan-bulan haram bersumber dari hadits Rasulullah Saw yang diriwayatkan dari Abu Hurairah. Beliau bersabda: “Sebaik-baiknya berpuasa sesudah Ramadhan ialah (puasa) di bulan-bulannya Allah yang dimuliakan. Dan sebaik-baiknya shalat setelah shalat fardhu ialah shalat tengah malam”. (H.R. Muslim). Berdasarkan hadits ini, apa yang bisa mencegah seseorang memuliakan Rajab?
Adapun puasa Rajab sebulan penuh dinisbatkan kepada anjuran berpuasa di bulan Sya’ban yang bersumber dari hadits yang diriwayatkan Aisyah r.a.: “Tidak pernah Nabi berpuasa dalam bulan tertentu (di luar Ramadhan) sebanyak yang beliau lakukan di bulan Sya’ban. Beliau puasa Sya’ban sepenuhnya”. (Muttafaq ‘alaih). Berdasarkan hadits ini, nyata-nyata Rasulullah berpuasa sebelum penuh di luar Ramadhan. Sehingga mengamalkan puasa sebulan penuh di bulan Rajab, apa salahnya? toh ini bulan yang mulia!
Sementara shalawat Rajab dinukil berdasarkan hadits yang dirujuk Imam Nawawi dari kitab Hilyatul Auliya. Dari Ziyad al-Namiri dari Anas ra. yang berkata: “bahwa Rasulullah ketika memasuki bulan Rajab beliau membaca: Allahumma barik lana fi Rajab wa Sya’ban wa ballighna Ramadhan.” Dengan cacatan, hadits ini sanadnya yang dhaif bukan matan haditsnya.
Jadi, semua terserah pribadi masing-masing mau mengamalkan atau tidak. Terpenting satu sama lain tidak saling menyalahkan atau membidahkan. Bagaimanapun amalan memuliakan bulan Rajab sudah berkembang luas dari masa lalu. Wallahu a’lam
“MAKNA ISRA' MI'ROJ”
Isra Mi’raj adalah dua perjalanan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW dalam waktu satu malam. Kejadian ini merupakan salah satu peristiwa penting bagi umat Islam. Sebab, pada peristiwa ini Nabi Muhammad SAW mendapat perintah untuk menunaikan salat lima waktu sehari semalam.
Isra Mi’raj terjadi pada periode akhir kenabian di Makkah, sebelum Rasulullah SAW hijrah ke Madinah. Menurut al-Maududi dan mayoritas ulama, Isra Mi’raj terjadi pada tahun pertama sebelum hijrah, yaitu antara tahun 620-621 M. Menurut al-Allamah al-Manshurfuri, Isra Mi’raj terjadi pada malam 27 Rajab tahun ke-10 kenabian, dan inilah yang populer.
Namun demikian, Syaikh Shafiyurrahman al-Mubarakfuri menolak pendapat tersebut dengan alasan karena Khadijah ra meninggal pada bulan Ramadhan tahun ke-10 kenabian, yaitu 2 bulan setelah bulan Rajab. Dan saat itu belum ada kewajiban salat lima waktu. Al-Mubarakfuri menyebutkan 6 pendapat tentang waktu kejadian Isra Mi’raj. Tetapi tidak ada satupun yang pasti. Dengan demikian, tidak diketahui secara persis kapan tanggal terjadinya Isra Mi’raj.
Isra’ Mi’raj merupakan perjalanan suci, dan bukan sekadar perjalanan “wisata” biasa bagi Rasul. Peristiwa ini menjadi perjalanan bersejarah sekaligus titik balik dari kebangkitan dakwah Rasulullah SAW.
John Renerd dalam buku ”In the Footsteps of Muhammad: Understanding the Islamic Experience,” seperti pernah dikutip Azyumardi Azra, mengatakan bahwa Isra Mi’raj adalah satu dari tiga perjalanan terpenting dalam sejarah hidup Rasulullah SAW, selain perjalanan hijrah dan Haji Wada. Isra Mi’raj, menurutnya, benar-benar merupakan perjalanan heroik dalam menempuh kesempurnaan dunia spiritual.
Jika perjalanan hijrah dari Mekah ke Madinah pada 662 M menjadi permulaan dari sejarah kaum Muslimin, atau perjalanan Haji Wada yang menandai penguasaan kaum Muslimin atas kota suci Mekah, maka Isra Mi’raj menjadi puncak perjalanan seorang hamba (al-abd) menuju sang pencipta (al-Khalik). Isra Mi’raj adalah perjalanan menuju kesempurnaan ruhani (insan kamil). Sehingga, perjalanan ini menurut para sufi, adalah perjalanan meninggalkan bumi yang rendah menuju langit yang tinggi.
Inilah perjalanan yang amat didambakan setiap pengamal tasawuf. Sedangkan menurut Dr Jalaluddin Rakhmat, salah satu momen penting dari peristiwa Isra Mi’raj yakni ketika Rasulullah SAW “berjumpa” dengan Allah SWT. Ketika itu, dengan penuh hormat Rasul berkata, “Attahiyatul mubaarakaatush shalawatuth thayyibatulillah”; “Segala penghormatan, kemuliaan, dan keagungan hanyalah milik Allah saja”. Allah SWT pun berfirman, “Assalamu’alaika ayyuhan nabiyu warahmatullahi wabarakaatuh”.
Selain itu, Seyyed Hossein Nasr dalam buku ‘Muhammad Kekasih Allah’ (1993) mengungkapkan bahwa pengalaman ruhani yang dialami Rasulullah SAW saat Mi’raj mencerminkan hakikat spiritual dari salat yang dijalankan umat Islam sehari-hari. Dalam artian, salat adalah mi’raj-nya orang-orang beriman. Sehingga jika kita tarik benang merahnya, ada beberapa urutan dalam perjalanan Rasulullah SAW ini.
Peristiwa Isra Mi’raj terbagi dalam dua peristiwa yang berbeda. Dalam Isra, Nabi Muhammad SAW “diberangkatkan” oleh Allah SWT dari Masjidil Haram hingga Masjidil Aqsa. Lalu dalam Mi’raj Nabi Muhammad SAW dinaikkan ke langit sampai ke Sidratul Muntaha yang merupakan tempat tertinggi. Di sini, Nabi mendapat perintah langsung dari Allah SWT untuk menunaikan salat lima waktu.
Ada beberapa pertanyaan mengenai peristiwa Isra’ Mi’raj. Salah satunya, mengapa dalam peristiwa itu Rasul diperjalankan ke Masjidil Aqsa? Kenapa tidak langsung saja ke langit? Paling tidak ada beberapa hal hikmahnya.
Pertama, Bahwa Nabi Muhammad adalah satu-satunya Nabi dari golongan Ibrahim AS yang berasal dari Ismail AS, sedangkan Nabi lainnya adalah berasal dari Ishaq AS. Hikmah lainnya adalah, bahwa Nabi Muhammad berdakwah di Makkah, sedangkan Nabi yang lain berdakwah di sekitar Palestina. Kalau dibiarkan saja, orang lain akan menuduh Muhammad SAW sebagai orang yang tidak ada hubungannya dengan “golongan” Ibrahim dan merupakan sempalan. Bagi kita sebagai muslim, tidaklah melihat orang itu dari asal usulnya, tapi dari ajarannya.
Kedua, Allah ingin memperlihatkan sebagian tanda-tanda kebesaran-Nya kepada Nabi SAW. Pada Al Qur’an surat An Najm ayat 12, terdapat kata “Yaro” dalam bahasa Arab yang artinya “menyaksikan langsung”. Berbeda dengan kata “Syahida”, yang berarti menyaksikan tapi tidak mesti secara langsung.
Allah memperlihatkan sebagian tanda-tanda kebesaran-Nya itu secara langsung, karena pada saat itu da’wah Nabi sedang pada masa sulit, penuh duka cita. Oleh karena itulah pada peristiwa tersebut Nabi Muhammad juga dipertemukan dengan para nabi sebelumnya, agar Muhammad SAW juga bisa melihat bahwa mereka pun mengalami masa-masa sulit, sehingga Nabi SAW bertambah motivasi dan semangatnya. Hal ini juga merupakan pelajaran bagi kita yang mengaku sebagai da’i, bahwa dalam kesulitan dakwah itu bukan berarti Allah tidak mendengar.
Bagi umat Islam, peristiwa tersebut merupakan peristiwa yang berharga, karena ketika inilah salat lima waktu diwajibkan, dan tidak ada Nabi lain yang mendapat perjalanan sampai ke Sidratul Muntaha seperti ini. Walaupun begitu, peristiwa ini juga dikatakan memuat berbagai hal yang membuat Rasullullah SAW sedih.
Dari ajaran langit tersebut, terdapat nilai-nilai signifikan bagi sebuah kepemimpinan. Pertama, sebagaimana tercermin dari ayat yang mengemukakan peristiwa Isra’ Mi’raj, yang dimulai dengan ”tasbih”, juga peristiwa pembersihan dada Nabi dengan air zamzam ditambah dengan wudlu, maka dalam sebuah kepemimpinan, hal pertama yang harus dilakukan adalah menjaga integritas moral. Dalam konteks keindonesiaan, hal ini dapat diwujudkan dengan reformasi moral (revolusi mental) yang dimulai dari tingkat aparaturnya.
Kedua, selain integritas moral (akhlaqul karimah), yang tidak kalah pentingnya adalah belajar kepada sejarah. Ia bisa berupa nilai-nilai yang berkenaan dengan masa lampau, dapat pula berupa pengalaman dari orang per-orang yang pernah menjalankan sebuah kepemimpinan. Dengan demikian kontinuitas kesejarahan dapat terus dipertahankan dan dikembangkan. Dalam ungkapan kaidah fiqh, ”Memelihara nilai lama yang baik dan mengambil nilai baru yang lebih baik” (Al-muhafazah ‘ala al-qadim al-shalih wa al-akhzu bi al-jadid al-ashlah).
Ketiga, dengan integritas moral serta nilai-nilai kesejahteraan itu, diharapkan sebuah kepemimpinan dapat berjalan dengan benar dan tidak mudah terpincut godaan, sebagaimana teladan Nabi ketika melakukan Mi’raj-nya. Kepemimpinan yang demikian hanya dimungkinkan, manakala seluruh aparaturnya tegak lurus dalam melaksanakan keadilan (al-‘adallah), dengan didasari oleh nilai-nilai persamaan di muka hukum (al- musawwah). Hal ini pun akan dapat berjalan baik, manakala aparatur tersebut bersikap konsisten dan disiplin (istiqamah), dapat dipercaya (amanah) serta mau merundingkan segala persoalan — yang menyangkut kepemimpinan – secara bersama (musyawarah). Dan satu hal yang tidak boleh dilupakan, yakni jangan sampai ia berlagak atau bersikap sok pintar atau merasa paling tahu terhadap semua urusan (tanatthu’). Terhadap yang dipimpin jangan sampai mempersulit (tasydid), dan kebijakannya tidak melewati batas kemampuan yang ada (ghuluw), baik bagi yang dipimpin atau pun sang pemimpin itu sendiri.
Keempat, hendaknya kebijakan seorang pemimpin membumi kepada hati dan kebutuhan (rakyat) yang dipimpinnya. Dalam peristiwa Isra’ Mi’raj, hal itu telah diteladankan Nabi saw, ketika beliau sudi kembali (turun) ke bumi setelah bertemu Allah. Padahal pertemuan dengan Allah-lah cita-cita dan tujuan umat manusia, terlebih kaum sufi (para ”pencari Tuhan”). Kembalinya Rasulullah ini dimaksudkan untuk menyelamatkan nasib umat manusia (rahmatan lil’alamin). Maka dalam konteks ini, kebijakan yang membumi, mutlak diperlukan. Sebagaimana kaidah fiqh yang mengatakan, ”Kebijakan pemimpin itu akan senantiasa berlandaskan pada kemaslahatan untuk rakyat” (Tasharrufu al-imam ‘ala ar-raiyyah manutun bi al-mashlahah).
Kelima, amanat Rasulullah saw untuk menegakkan salat, pada dasarnya merupakan suatu simbolisme yang mengajarkan prinsip kepemimpinan, yakni pola hubungan antara hamba (manusia) kepada Tuhannya dan antara manusia dengan sesamanya. Dalam ajaran salat, seseorang yang hendak melaksanakannya, diwajibkan terlebih dahulu berwudlu atau dalam keadaan suci. Pelaksanaan salat itu sendiri, dimulai dengan mengagungkan Asma Allah (takbiratul ihram) dan diakhiri dengan doa keselamatan bagi segenap umat manusia (salam).
“SEJARAH SINGKAT PERINGATAN HARLAH 1 ABAD NU ”
Peringatan Harlah 1 Abad NU adalah peringatan satu abad sejak berdiri atau lahirnya organisasi Nahdlatul Ulama (NU). Perhitungan satu abad peringatan ini didasarkan pada perhitungan dalam tanggalan atau kalender Hijriyyah atau kalender Islam.
Peringatan Harlah 1 Abad NU pada tanggal 7 Februari 2023 yang bertepatan pada 16 Rajab 1444 Hijriah (H) ini berdasarkan pada sejarah lahirnya atau berdirinya organisasi Nahdlatul Ulama (NU) yang berdiri pada tanggal 31 Januari 1936 atau bertepatan pada 16 Rajab 1344 H silam.
Mengutip dari situs NU Online, NU didirikan oleh Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari dan para ulama lain pada 31 Januari 1926 M bertepatan dengan 16 Rajab 1344 H di Surabaya, Jawa Timur. Karenanya, menurut penanggalan Qamariyah atau Hijriah, NU saat ini tengah memasuki usia 100 tahun atau 1 abad.
“MENUAI PAHALA DI LADANG KEBAIKAN”
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ارْكَعُوا وَاسْجُدُوا وَاعْبُدُوا رَبَّكُمْ وَافْعَلُوا الْخَيْرَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ [٢٢:٧٧]
وَجَاهِدُوا فِي اللَّهِ حَقَّ جِهَادِهِ ۚ هُوَ اجْتَبَاكُمْ وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ ۚ مِّلَّةَ أَبِيكُمْ إِبْرَاهِيمَ ۚ هُوَ سَمَّاكُمُ الْمُسْلِمِينَ مِن قَبْلُ وَفِي هَٰذَا لِيَكُونَ الرَّسُولُ شَهِيدًا عَلَيْكُمْ وَتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ ۚ فَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَاعْتَصِمُوا بِاللَّهِ هُوَ مَوْلَاكُمْ ۖفَنِعْمَ الْمَوْلَىٰ وَنِعْمَ النَّصِيرُ [٢٢:٧٨]
“Hai orang-orang yang beriman, ruku’lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu, dan perbuatlah kebajikan, niscaya kalian termasuk orang-orang yang beruntung. Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan, (ikutilah) agama orang tuamu Ibrohim, Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al Qur’an) ini, supaya Rosul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu menjadi saksi atas segenap manusia, maka dirikanlah sholat, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalah pelindungmu, maka Dialah sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik penolong.” (QS. Al Hajj: 77-78)
Kandungan Makna Ayat
Anjuran untuk berbuat kebaikan dan memerangi kejelekan.
Korelasi dengan Ayat sebelumnya
Setelah Allah menyebutkan luasnya ilmuNya terhadap keadaan para makhlukNya dan menjelaskan bahwa sesungguhnya tempat kembali segala urusan itu hanya kepada Allah –subhanahu wa ta’aala- agar mereka jera dari perbuatan jelek dan selalu bersunguh-sunguh dalam kebaikan, maka Allah menyebutkan beberapa anjuran untuk berbuat kebaikan dan memerangi kejelekan.
Tafsir Ayat
Dalam ayat ini, Allah menyeru kaum muslimin dengan panggilan keimanan dengan tujuan agar mereka segera melaksanakan amalan-amalan kebaikan, kemudian Allah berfirman:
“Ruku’lah kamu dan sujudlah kamu”, yaitu dirikanlah sholat. Allah menyebutkan sholat di dalam ayat ini dengan istilah rukuk dan sujud dikarenakan keutamaan rukuk dan sujud itu sendiri. Kemudian Allah kembali menyeru kaum muslimin untuk mendirikan sholat dikarenakan sholat adalah ibadah paling mulia daripada ibadah-ibadah lainnya dan sholat adalah penyejuk mata (melahirkan ketenangan) sebagaimana perkataan Rasulullah –sholallahu alaihi wa sallam-: “Dan dijadikanlah penyejuk mataku adalah dengan sholat”.
Oleh karena itu, ayat ini diawali dengan perintah sholat, kemudian ditegaskan kembali perintah untuk mendirikan sholat di ayat selanjutnya, di mana Allah berfirman: “Dan dirikanlah sholat”.
Adapun firman Allah “Dan sembahlah Tuhanmu”, artinya tunduklah kalian dengan ketundukan yang sempurna, dengan ketundukan yang disertai oleh kecintaan kepada Tuan dan Raja kalian, yaitu yang mengatur segala urusan kalian.
Adapun firman Allah: “dan perbuatlah kebajikan”, artinya, dan perbanyaklah dalam berbuat kebaikan, baik kebaikan untuk umum maupun khusus, dan kerjakanlah apa –apa yang beermanfaat buat kalian dan tanah air kalian.
Kemudian firman Allah “niscaya kalian termasuk orang-orang yang beruntung”maksudnya, semoga kalian menang dan sukses. Ayat ini adalah tempat sujud tilawah,karena Allah memerintahkan untuk sujud dalam ayat ini. Ini adalah pendapat madzhab Ahmad, Syafi’i dan sebagian para ahli ilmu. Pendapat ini menyelisihi pendapat Abu Hanifah, beliau mengatakan: “Yang dimaksud dengan sujud dalam ayat ini adalah sujud dalam sholat bukan sujud tilawah, karena sujud dalam ayat ini disebutkan bersamaan dengan rukuk”.
Kemudian firmanNya: “Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya”. Dalam ayat ini, Allah memerintahkan dengan sesuatu yang menjadi puncak dari agama islam, jadi maksud ayat ini adalah, “Curahkanlah segala kemampuan untuk menjunjung tinggi kalimat Allah serta menghinakan musuh-musuhNya, dan janganlah takut dari celaan orang yang mencela selama kalian di jalan Allah.
Kemudian firman Allah: “Dia telah memilih kalian dan Dia sekali–kali tidak menjadikan suatu kesempitan bagi kalian dalam agama ini”, artinya, Allah telah memilih dan memuliakan kalian dengan menjadikan kalian sebagai para pengemban agama yang lurus ini dan Allah tidak akan memberikan kesulitan maupun kesempitan bagi kalian dalam agama ini, bahkan Allah membuang kesulitan dan beban berat yang telah Allah berikan kepada para generasi pertama. Allah menginginkan bagi kalian kemudahan dan tidak menginginkan kesulitan. Adapun orang yang mencuri, berzina, atau membunuh, maka sungguh pada hakikatnya mereka telah mendatangkan kesulitan bagi dirinya sendiri. Kemudian agama islam memberikan hukuman setimpal kepada mereka, demi keselamatan dan keamanan kaum muslimin lainnya.
Dan firman Allah “Agama bapak kalian Ibrahim”, maksudnya, ikutilah dan berpegangteguhlah dengan agama bapak kalian Ibrahim. Kemudian Allah memberi nama kalian dengan islam dari sebelum Al Qur’an diturunkan hingga setelahnya.
Firman Allah : “Supaya Rosul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu menjadi saksi atas segenap manusia” yaitu, Rasulullah –shalallahi ‘alaihi wa sallam– menjadi saksi pada hari kiamat, bahwa beliau telah menyampaikan risalah kepada umatnya, dan umat pun menjadi saksi bahwa Rasulullah telah menyampaikan risalah kepada kaumnya. Hal itu bisa diketahui melalui apa yang Allah ceritakan dalam Al qur’an dan Rasulullah sampaikan dalam sunnahnya.
Kemudian firman Allah “maka dirikanlah shalat”, artinya, jika Allah telah memberikan kekhususan kepada kalian dengan kemulian menjadi saksi, maka dekatkanlah diri kalian kepada Allah dengan berbagai macam ketaatan, terlebih khusus mendirikan salat dan membayar zakat. Allah mengkhususkan penyebutan shalat dan zakat, karena memang shalat dan zakat memiliki keutamaan yang lebih daripada selainnya, sebagaimana pula diulangnya penyebutan shalat dan zakat untuk kembali menegaskan pentingnya shalat.
Dan firman Allah: “Berpeganglah kamu pada tali Allah” artinya: Percayalah kalian kepada Allah dan jadikanlah Allah sebagai tempat bersandar, kemudian kembalikan segala perkara kepadaNya.
“SIRKEL PERTEMANAN SEORANG MUSLIM”
Apa itu Sirkel?
Sirkel berasal dari kata dalam Bahasa Inggris circle yang secara bahasa artinya lingkaran. Lingkaran yang dimaksud dalam konteks ini adalah lingkaran/kelompok pertemanan atau pergaulan.
Pada umumnya sirkel pertemanan ini mula-mulanya luas, terlebih pada saat kita masih duduk di bangku sekolah. Kemudian secara tidak langsung perlahan akan menciut seiring dengan bertambahnya usia kita. Orang-orang yang masuk ke dalam sirkel pertemanan kita biasanya adalah orang-orang yang secara obrolan “nyambung” dengan kita (Ratna Lathifah, 2020).
Pengaruhnya Terhadap Kehidupan Kita
Setelah kita ketahui makna sirkel, berikutnya kita cari tahu apa pengaruhnya sirkel pertemanan terhadap kehidupan kita?
Diriwayatkan dari Abu Musa radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالْجَلِيسِ السَّوْءِ كَمَثَلِ صَاحِبِ الْمِسْكِ وَكِيرِ الْحَدَّادِ ، لاَ يَعْدَمُكَ مِنْ صَاحِبِ الْمِسْكِ إِمَّا تَشْتَرِيهِ أَوْ تَجِدُ رِيحَهُ ، وَكِيرُ الْحَدَّادِ يُحْرِقُ بَدَنَكَ أَوْ ثَوْبَكَ أَوْ تَجِدُ مِنْهُ رِيحًا خَبِيثَةً
“Seseorang yang duduk (berteman) dengan orang shalih dan orang yang jelek bagaikan berteman dengan pemilik minyak wangi dan pandai besi. Pemilik minyak wangi tidak akan merugikanmu; engkau bisa membeli (minyak wangi) darinya atau minimal engkau mendapat baunya. Adapun berteman dengan pandai besi, jika engkau tidak mendapati badan atau pakaianmu hangus terbakar, minimal engkau mendapat baunya yang tidak enak.” (HR. Bukhari)
Hadits di atas menyebutkan bahwa teman yang baik (shalih) maupun teman teman yang jelek keduanya sama-sama memiliki pengaruh terhadap kehidupan kita.
Setiap orang sedikit banyak dipengaruhi oleh sirkel pertemanannya karena seringnya berkumpul atau aktivitas bersama. Sirkel pertemanan—baik pada lingkungan kerja, pendidikan, komunitas, dan sebagainya—dapat berdampak pada individu baik dari cara pandang, selera, perubahan tingkah laku, dan gaya hidup (Pratiwi, 2020).
Hal tersebut selaras dengan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud,
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الْمَرْءُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ
“Seseorang akan mencocoki kebiasaan teman karibnya. Oleh karenanya, perhatikanlah siapa yang akan menjadi teman karib kalian.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi, dan Ahmad. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih)
Memilih Sirkel yang Lebih Baik
Pada dasarnya menjalin sebuah pertemanan merupakan sesuatu yang baik. Meninggalkan atau memutuskan tali pertemanan secara tiba-tiba merupakan hal yang tidak mudah, bahkan dapat mendatangkan mudharat, dan berujung pada permusuhan.
Alih-alih memutuskan atau keluar dari sirkel pertemanan yang selama ini sudah terjalin, kita memiliki sebuah pilihan, yakni memasukkan orang-orang yang lebih baik ke dalam sirkel pertemanan kita.
Ada beberapa cara untuk memasukkan orang-orang yang baik/shaleh ke dalam sirkel pertemanan kita, salah satunya adalah dengan datang ke majelis ilmu.
Majelis Ilmu
Majelis ilmu merupakan tempat berkumpulnya orang-orang yang insya Allah memiliki tujuan yang sama, yakni: mencari ilmu, dan berusaha untuk memperbaiki diri.
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِي اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا مَرَرْتُمْ بِرِيَاضِ الْجَنَّةِ فَارْتَعُوا قَالُوا وَمَا رِيَاضُ الْجَنَّةِ قَالَ حِلَقُ الذِّكْرِ
Dari Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Jika kamu melewati taman-taman surga, maka singgahlah dengan senang.” Para sahabat bertanya, ”Apakah taman-taman surga itu?” Beliau menjawab, ”Halaqah-halaqah (kelompok-kelompok) dzikir.” (HR. Tirmidzi)
Dengan datang dan bergabung ke dalam majelis ilmu minimalnya kita dapat bertemu dan berteman dengan orang baik, yang dapat mengingatkan kita tatkala kita berbuat salah—bukan yang membenarkan setiap kesalahan kita—agar kelak kita bisa menjadi seseorang yang lebih baik lagi. Terlebih di zaman di mana orang-orang sudah mulai banyak yang tidak peduli dengan batas halal dan haram dalam muamalah sehari-hari.
Selain itu, kita juga dapat mengajak teman-teman yang lain untuk bergabung ke dalam majelis ilmu yang kita ikuti agar semakin banyak orang-orang baik yang berada di sirkel pertemanan kita. Teringat sebuah pepatah dalam bahasa arab,
“BERDAYA MENJAGA MARTABAT KEMANUSIAAN”
Lahirnya hari santri berawal dari fatwa yang disampaikan Pahlawan Nasional. Yaitu KH.Hasyim Asy’ari Pada 22 Oktober 1945 lalu, KH. Hasyim Asy’ari memimpin perumusan fatwa, resolusi jihad di kalangan Kyai Pesantren, Fatwa yang ditetapkan pada 22 Oktober 1945 itu berisi kewajiban berjihad untuk mempertahankan Kemerdekaan Indonesia.
Dalam tulisan Rijal Muumaziq Resolusi Jihad bermula dari memanasnya kondisi Indonesia Pasca Kemerdekaan ada pula peristiwa perebutan senjata tentara Jepang 23 September 1945 yang pada akhirnya membawa Presiden Soekarno berkonsultasi kepada KH. Hasyim Asy’ari.
Soekarno melalui utusannya menanyakan hukum mempertahankan Kemerdekaan. Pada 15 Oktober 2015 Presiden Joko Widodo mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 22 tahun 2015 Terkait Hari Santri Nasional yang dideklarasikan pada 22 Oktober 2015 di Masjid Istiqlal oleh Presiden Joko Widodo.
Hari Santri Nasional dimaksudkan untuk mengenang dan menghormati jasa perjuangan Ulama’ melalui tokoh tokoh Islam seperti KH. Hasyim Asy’ari dan lainnya
# Hari Santri Nasional tahun ini bertepatan dengan kombinasi angka yang cantik yaitu 22/10/2022